Rabu, 06 Maret 2013

Waria Itu Menyadarkanku


Waria tu Menyadarkanku

      Pagi itu seperti biasa aku sibuk menyiapkan diri untuk berangkat kuliah. Kampusku yang letaknya cukup jauh yakni berjarak 32 KM dari kotaku Palembang membuatku harus pagi-pagi sekali berangkat kuliah agar tidak terlambat. Kebetulan hari itu ada mata kuliah Sastra Indonesia Modern yang dimulai pada pukul delapan pagi dan beruntungnya sang dosen pun memberikan toleransi keterlamabatan yaitu maksimal 35 menit.  Jarak antara rumahku dan kampus sekitar satu jam tiga puluh menit. Biasanya untuk menuju halte bus, aku selalu diantar oleh Pamanku yakni adik dari ibuku. Setelah itu aku akan naik bus menuju kampusku yang dapat ditempuh lebih kurang satu jam.
      Setiap hari saat di dalam bus, aku akan menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik, membaca novel atau bahkan tidur di dalam bus kalau tubuhku sudah kelelahan. Tidur di dalam bus bukan lagi suatu keanehan bagi mahasiswa Universitas Sriwijaya kampus Indralaya karena dengan begitu mahasiswa dapat beristirahat sejenak untuk melepas lelah dan saat di kampus tidak merasakan kantuk lagi.
      Saat sudah sampai di kampus, aku terus melirik jam yang ada di ponselku karena takut waktu toleransi akan segera habis. Benar saja, waktu sudah menunjukkan pukul 08.25, artinya aku hanya mempunyai sisa waktu sepuluh menit agar aku tetap diperbolehkan masuk ke dalam kelas. Untuk menuju ke kelasku, aku harus berjalan kaki, karena saat itu terlambat maka aku harus berlari sekuat tenaga agar sampai  di kelas, waktu toleransi belum habis. Saat sudah sampai di kelas dosen pun bertanya kepada teman-temanku apakah aku masih bisa masuk ke dalam kelas atau tidak dan teman-teamanku pun menjawab bahwa waktunya pas 08.35. Aku pun diperbolehkan masuk ke dalam kelas dan mengikuti mata kuliah seperti biasanya.
      Sepulang kuliah aku menyempatkan diri untuk pergi ku perpustakaan daerah bersama teman-temanku untuk membaca novel, karena belum makan siang maka aku dan temanku pun memesan tekwan yakni makanan khas Palembang yakni seperti pempek yang diberi kuah berwarna bening. Saat sedang asyik makan siang, kami dikejutkan dengan adanya seseorang bertubuh dan berwajah layaknya sorang perempuan, namun ternyata orang tersebut adalah waria yakni laki-laki yang mempunyai wajah dan sifat seperti perempuan. Akan tetapi, ada hal aneh yang membuatku iba terhadapnya. Ternyata waria tersebut sudah cukup tua dapat diperkirakan umurnya sekitar 50-an dan dia bekerja sebagai seorang pengamen jalanan.
      Dandanannya yang menor dan wajahnya yang mulai keriput dan bergelayut seperti bekas suntik silikon murah yang mudah didapatkan disalaon-salon secara illegal membuat wajahnya tampak seram sehingga membuat temanku ketakuatan tetapi berbeda denganku, aku justru kasihan terhadapnya, seharusnya waria tua tersebut istirahat dan menghabiskan waktunya dengan hidup normal seperti pria pada umumnya. Namun, apa boleh dikata, ia melakukan pekerjaan tersebut untuk menghidupi kehidupan sehari-harinya. Hal ini membuatku semakin sadar bahwa aku terkadang lupa bersyukur terhadap Allah atas kenikmatan hidup yang telah diberi-Nya. Aku juga terkadang suka mengeluh atas pekerjaan rumah yang sering orangtuaku perintah, padahal merekalah yang paling berjasa dalam kehidupanku sejak aku dalam kandungan hingga sekarang.
      Setiap hari aku menemui banyak orang yang mungkin kehidupannya tak seberuntung aku, setiap itu jualah aku semakin sadar bahwa aku semakin lupa bersyukur bahwa Allah telah memberikan apa yang aku butuhkan. Kedua orang tua yang selalu menyayangiku, adik yang selalu membantuku dan pamanku yang selalu mengantarku pergi ke halte untuk berangkat kuliah. Keadaan ekonomi yang cukup pun mesti aku syukuri, setidaknya kami punya tempat tinggal sendiri meskipun terkadang hasil dari usaha dagang sepatu orang tuaku kadang laku kadang tidak.
      Aku bangga terhadap orangtuaku yang masih bisa menyekolahkanku hingga ke perguruan tinggi. Aku berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh agar tidak mengecewakan kedua orang tuaku yang dengan peluh keringat yang mengucur demi tercapainya cita-citaku dihari kelak.

2 komentar:

  1. wah ikutan sedih sm warianya, toh masih banyak pkerjaan lain

    BalasHapus
  2. kasian sama waria itu :'( dan juga salut buat kamu yang menempuh jarak lumayan jauh untuk belajar

    BalasHapus